1. Identifikasi Produk
2. Tahapan Produksi & Inventaris Input–Output
| Tahap Produksi | Input Utama | Output Utama |
|---|---|---|
| Produksi bahan baku | Gula, kakao, susu bubuk, gandum, minyak nabati, air | Emisi CO₂ dari pertanian, limbah cair dari pengolahan susu & gula |
| Proses manufaktur (pembuatan wafer + karamel + coating cokelat) | Energi listrik & gas, mesin produksi, bahan kimia food-grade (emulsifier) | Snack jadi, sisa bahan makanan (scrap), limbah air pencucian |
| Pengemasan | Plastik metalized (aluminium foil + PP), tinta printing, mesin sealer | Sampah plastik sisa produksi, kemasan final siap jual |
| Distribusi | Bahan bakar (truk), kardus, pallet plastik | Emisi CO₂ transportasi, potensi kerusakan produk |
| Konsumsi & akhir siklus | Tidak ada (langsung dikonsumsi konsumen) | Sampah plastik kemasan sekali pakai |
3. Refleksi
Melalui observasi terhadap snack Beng-Beng ini, saya menyadari bahwa siklus hidup suatu produk ternyata jauh lebih kompleks daripada yang awalnya saya bayangkan. Produk kecil dan ringan seperti Beng-Beng ternyata memiliki jejak lingkungan yang luas mulai dari pertanian bahan baku (gula, kakao, gandum), proses industri berskala besar, hingga distribusi nasional menggunakan kendaraan berbahan bakar fosil. Fakta bahwa kemasannya terbuat dari multilayer plastik (metalized foil + PP) menjadikan produk ini sulit untuk didaur ulang dan hampir pasti berakhir di TPA atau bahkan mencemari lingkungan dalam jangka waktu yang sangat lama.
Yang membuat saya semakin reflektif adalah bahwa satu batang kecil snack dengan harga seribuan rupiah menyimpan “jejak karbon tak terlihat” yang justru tidak disadari oleh sebagian besar konsumen. Produk ini dirancang untuk kenyamanan dan kenikmatan instan, tetapi konsekuensinya ditanggung oleh lingkungan dalam jangka panjang.
Melihat hal ini, saya menyadari bahwa perbaikan tidak hanya cukup dari produsen, tetapi peran konsumen juga sangat penting. Konsumen bisa mulai dengan membatasi konsumsi impulsif, mengelompokkan jenis sampah kemasan, dan mendukung brand yang mulai mengadopsi kemasan ramah lingkungan. Saya pribadi merasa terdorong untuk lebih kritis terhadap setiap produk konsumsi yang saya beli — bahwa setiap keputusan kecil ternyata ikut menentukan beban ekologis bumi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar